Setelah membaca status teman saya (Intan), rasanya judul ini merupakan sebuah tagline yang menyindir sebuah kondisi bangsa kita saat ini.
1. Hidup Miskin di Negara Kaya
Sejak kita sekolah dasar kita tahu bahwa negara kita adalah negara yang kaya. Kaya akan luas wilayahnya, kaya akan sumber daya alamnya, perkebunan, tanah, laut, budaya, dan manusianya. Entah ini disadari atau tidak kenyataannya negara ini punya potensi kekayaan yang sangat bernilai.
Saya pernah mencoba membayangkan salah satu kekayaan negara ini yaitu saat teman saya (Hilman) bekerja di Freeport. Sebuah perusahaan tambang tembaga yang bisa kaya raya hanya karena menambang tembaga di Papua. Di Papua sana, ladang tembaga dan emas itu bukan digali di bawah tanah karena emas dan tembaga itu menyembul ke permukaan tanah berbentuk gunung! Gunung ini lah yang dikerok oleh penambang bertahun-tahun hingga akhirnya menjadi danau.
Contoh lain, saat saya ke Kalimantan. Saya melihat banyak sekali semak belukar kering itu terbakar. Ketika saya tanya ke supir yang orang sana, ia menceritakan bahwa di sini adalah ladang batu bara. Sama seperti kisah di Papua, bahwa batu bara di sana itu sudah menyembul ke permukaan tanah, karena terik matahari makanya suka terbakar.
Lain, tembaga, lain emas, lain batubara, minyak bumi, gas dan lain-lain merupakan sebuah berkah yang bernilai tinggi. Ini baru yang kita tahu saja, padahal di luar yang kita ketahui tentu masih banyak sekali pertambangan kekayaan SDA di tanah negara ini.
Akan tetapi, dalam kekayaan ini mengapa masih banyak masyarakat Indonesia harus mengantri untuk membeli minyak tanah? Sekolah masih mahal dan gedungnya ambruk.. kesehatan masih merupakan fasilitas ekslusif, makan, sandang, papan.. masih merupakan sebuah wacana sana-sini. Apa yang salah?
2. Ekonomi Makro = Ekonomi Kontra Rakyat
Sekian tahun kita merderka bangsa ini mengalami perjalanan pembangunan sekian lama. Saat ini kita memasuki masa-masa pembaharuan dan penuh harapan. Namun kondisi ini nampaknya tidak seimbang dengan kondisi masyarakat itu sendiri secara umum. Ada banyak sekali masyarakat yang masih berpendidikan di bawah rata-rata, masih buta pengentahuan dan logika, masih mudah mencerna semua berita apa adanya. Opini publik masih sangat mudah digiring ke sana-sini.
Perekonomian bangsa ini tercatat membaik secara makro, kenyataan di lapangan masyarakat kita masih susah mendapatkan makanan. Ini merupakan dilema. Indonesia merupakan negara fiskal, yaitu negara yang bergantung dari pemasukan finansial dan bisnis non riil. Ciri sebuah negara kapitalis yaitu bergantung kepada bisnis perbankan dibandingkan bisnis riil-nya. Bisnis yang mengambil keuntungan dari fiskal, finansial, saham, obligasi, valuta asing, dan sejenisnya. Ciri perekonomian ini memang tidak menyerap tenaga kerja yang banyak. Tidak heran jika akhirnya ada banyak sekali perusahaan yang merestrukturisasi pegawainya, dengan alasan efisiensi.
Pemerintah saat ini sedang mengejar "prestasi" perbaikan ekonomi makro. Sebuah parameter yang bisa dicapai dengan menstabilkan ekonomi secara makro. Tidak heran jika akhirnya pemerintah harus bermain dengan bunga bank, mencabut subsidi BBM, peningkatan index saham, stabiltas rupiah dan dollar, bahkan sampai "menjual" asset negara. Dengan cara-cara ini maka "catatan" perekonomian bangsa ini terlihat membaik. Sebaliknya kenyataan di masyarakat tidak demikian. Kenaikan BBM berdampak ke banyak aspek. Begitu pun daya beli masyarakat yang makin lemah.
3. Menjual Mimpi Lewat Media
Kondisi perekonomian masyarakat yang lemah ini sudah merebak ke berbagai pelosok negeri ini. Daya beli menurun, keuangan yang tipis, sulitnya lapangan pekerjaan, dan sikap pemerintah yang tidak peduli membuat masyarakat hidup bagaikan zombie. Bergerak ke sana ke sini tanpa tahu apa tujuannya dan tak mampu lagi berfikir.
Yang menyedihkan, kondisi ini malah dimanfaatkan oleh banyak media televisi sebagai sebuah TONTONAN. Sudah lama kita menyaksikan tayangan yang menjual mimpi. Bukannya memberikan solusi yang cerdas dan pasti malah memberikan sebuah harapan-harapn palsu yang hanya indah saat muncul di layar TV, padahal dibalik itu semua adalah sebuah bencana yang tertunda.
Reality Show, acara cari bintang lewat audisi, voting bintang lewat SMS, SMS Reg Spasi bla ..bla..bla.. Ramalan yang menjanjikan perbaikan hidup, dan masih banyak lagi. Ini semua merupakan sebuah produk jualan mimpi, tidak realistis. Tersentak saat membaca berita di Kompas bahwa ada banyak finalis calon bintang yang akhirnya strees, terlilit hutang, sakit jiwa, hingga meninggal. Siapa yang musti bertanggung jawab? Yang memprihatinkan lagi, saat ini jualan mimpi sudah merebak ke anak-anak. Bagaimana nasib anak-anak saat ini dijadikan "jualan" oleh orang tuanya. Dijanjikan akan menjadi terkenal dan digandrungi banyak orang. Inikah yang menjadi impian anak-anak saat ini? atau impian orang tuanya? Pernahkan terfikir oleh kita bahwa kelak ketika anak-anak ini selesai ikut acara demikian akan bisa menjaga stabilitas mentalnya saat bertemu dengan teman-teman sebayanya? Lantas.. coba buktikan bahwa dari sekian banyak peserta "jual mimpi" ini yang berhasil survive?
Mana KPI? mana kepedulian pemerintah?
4. Politik = Media Kekuasaan
Saya masih gak habis pikir melihat sikap pemerintah yang setengah-setengah. Saya gak yakin kalau pemerintah tidak punya staf ahli. Staf ahli, dari namanya saja sudah jelas bahwa mereka direkrut sebagai seseorang yang memberikan nasihat, pandangan, analisa, dan solusi yang pas buat keputusan dan kebijakannya.
Masyarakat sebagai manusia tentu punya daya nalar selain daya pandang. Setiap hari kita melihat kondisi buruknya bangsa ini di depan mata kita. Kita melihat jalan rusak, sekolah ambruk, bayi gizi buruk, antrian BBM, dst. Masa iya para pejabat kita tidak lihat? Beneran tidak lihat? atau tidak mau lihat? Lantas, kalau kita sebagai masyarakat sudah bisa melihat lantas kita menggunakan nalar, masa iya setingkat staf ahli dan menteri tidak punya nalar? Rasanya gak mungkin.
Namun, ternyata begitu lah adanya. Seorang yang diharapkan punya kemampuan melihat kondisi masyarakat, mampu menganalisa, mampu mencari solusi, dan mampu mengambil tindakan, ternyata cuma isapan jempol belaka. Mereka tidak mampu melakukan itu semua. Siapa yang salah? Apakah salah masyarakat kita yang bodoh tadi karena memilih mereka sebagai wakil rakyat? Saya punya pandangan lain atas hal ini
Pemerintah saat ini selalu menjual nama demokrasi dan pemungutan suara. Sayangnya kita lupa bahwa mayoritas masyarakat Indonesia itu masih belum bisa dikategorikan pandai dan sadar dengan apa yang dia pilih. Baginya mereka pilihan hayalah cuma penjoblosan. Tak perlu tahu apa itu konsep, apa itu pandangan, dan visi dari calon yang dipilihnya. Yang akhirnya suara mereka ini merupakan suara BONUS bagi calon yang menang.
Contohnya, bayangkan kita menjadi RW di sebuah kampung. 70% warga kampung kita adalah warga berpendidikan SD, 20% gak sekolah, 10% lulusan universitas. Dalam mengambil keputusan bersama warga kampung kita melakukan pemungutan suara. Apa yang akan terjadi? Suara siapa yang akan menjadi mayoritas? Apakah ini kondisi masyarakat bodoh yang memang sengaja dibuat oleh pemerintah?
5. Konspirasi Praktik
Kondisi negara kita yang nampaknya membaik dan maju ini ternyata hanyalah ilusi belaka. Bangsa ini sedang jalan di tempat (idle), seperti bergeser sebetulnya tidak bergerak sama sekali. Untuk sebagian orang mungkin iya, sementara untuk sebagian pejabat mereka jalan cepat.. tapi untuk kebanyakan (mayoritas) masyarakat ternayat hanya diam saja.
Kondisi ini bukan sebuah kebetulan, melainkan sebuah hasil kerja. Hasil kerja para pejabat negeri ini. Mereka melakukan pemikiran untuk melakukan ini, direncanakan, dipoles dengan jargon-jargon indah, lantas diaplikasikan ke masyarakat. Ketika masyarakat menjerit mereka ya diam saja. Ini merupakan praktik politik yang berjalan dengan mulus. Bukan cuma konspirasi teori melainkan sudah konspirasi praktik. Bagaimana kekuasaan itu bisa dibeli dengan uang. Ini bukan rahasia lagi. Silakan bagi yang punya uang banyak daftar sebagai anggota parpol, silakan tabung uang lagi untuk bisa masuk calon legislatif, silakan menabung uang lagi untuk bisa mencalonkan menjadi menteri. Semua ini bisa dijalani dengan tenang dan normal-normal saja. Sebuah kerjasama yang utuh dari level rendah hingga level paling tinggi sekalipun. Saat mereka menjabat kelak, apa iya mereka akan peduli dengan kepentingan rakyat? Silakan dijawab sendiri..
Bagaimana andil kita?
Emang kaya sebenernya tul, cuman nggak nyampe ke rakyat. Bad management dan dimakan oknum.
ReplyDeleteDi jerman sampe pernah ada reportage tentang Indonesia yang berjudul: Ein armes, reiches land (Negara kaya yang miskin). Gue nontonnya sedih banget...
yayaayay
ReplyDeleteorde lama = soekarno dicucuk penis
orde baru = soeharto dicucuk USA
orde reformasi = mahasiswa dicucuk pelor
orde repotnasi = pemerintah saling menyucuk masing-masing (pemerintah = presiden, dpr, ma. trias politica lah)
setelah orde lama, order baru
ReplyDeletesekarang ORDE INSTANT
Sori dori stroberi, sebenernya ketika seorang teman di tahun 1998 menyebar stiker "Revolusi! Sekarang Juga!", sebenarnya adalah sebuah solusi cepat dan ampuh. Karena pembangunan bangsa dan negara akan dimulai lagi dari nol. Dimana "sistem lama" sudah dipecah-pecah dan terkontrol oleh sistem dan paradigma bernegara yang baru.
ReplyDeleteNamun tentunya kita semua tidak mau itu terjadi, bukan? Tapi, menurut gua, konsep "revolusi" ini masih rasional, meski skalanya saja yang diperkecil TAPI lebih tajam: "revolusi" diri sendiri dan sekitar kita yang terdekat. Gua udah merevolusi diri untuk tidak tergiur uang belaka, tidak membuang sampah sembarangan, mematuhi peraturan2 negara, menjaga disiplin diri.
Memang terlihat sangat sepele dan kecil, tapi hal sepele dan kecil ini yang harus gue tanamin ke anak gue, istri gue, saudara-saudara gue. Paling tidak, benih "revolusi" ini secara evolusi menyebar di pelaku kenegaraan: rakyat.
Tapi, tetap HARUS ada alternatif lain tentang "revolusi" yang lebih besar, dan gue mau ikut turun, karena bila hanya "revolusi" diri saja yang dikembangkan, mungkin baru keturunan gue yang ke 68 saja yang baru bisa menikmati Indonesia yang BENAR!
"Bagaimana andil kita?"
ReplyDeletePertanyaan yg baguss... Susah jawab nih =(
VIGILANTE! Let's Get Wild!
ReplyDeleteasal 50 taon lagi jgn kayak somalia aja ya tul...
ReplyDeletetak link dulu deh, bacanya nanti, menarik nih
ReplyDeleteProblem thought yang mendalam tapi lebih baik dikasi solusinya jg, Bos! biar sampurno... piss ah...
ReplyDeleteHijrah, Tul
ReplyDeleteGua paling eneg dengan realityshow, terutama yg di Indosiar jam 8 sampe tengah malem itu... Mana ada si Eko yg ga lucu itu... Eneg pisan.
ReplyDeleteSemuanya isinya pembodohan... ga bermutu...
motulz sedikit berbicara ekonomi ya..., yang kamu omongin diatas itu sebenarnya ekonomi secara makro benar membaik hal ini terukur dari GDP yang meningkat dan stabilitas serta tabungan. Tetapi kalo secara mikro nah hal ini yang kurang misalnya masalah tenaga kerja, masalah investasi masalah tekonologi belum masalah regulasi dan perencanaan kota serta sumber anggaran pembangunan. Betul Indonesia kaya tetapi coba lihat aja mana ada orang mau ke irja, mana ada yang mau ke kalimantan kesemuanya balik-balik ke sektor infrastruktur dari pemerintah. memang pemerintahlah yang harus bertanggung jawab, jangan malah menina bobo-kan bangsa sendiri, membiayai pekerja -pekerja departmen untuk sekolah ke luar tetapi akhirnya tidak kontribusin yang ada hanya jalan-jalan bukan kuliah. atau bahkan kuliah aja tanpa memperhatikan mau dibawa kemana bangsa ini... (sorry sebenarnya gw cinta banget indonesia ini tetapi kenapa banyak orang serakah dan tidak bertanggung jawab yang menguasainya)
ReplyDeleteRasanya kita sepaham ya? Atau gw salah baca?
ReplyDeleteMemang betul secara matematis pertumbuhan ekonomi makro kita membaik, tapi bukan berarti kehidupan masayarakat jadi lebih baik.
Satu hal yang musti diluruskan, adalah kalimat : mana ada yang mau kerja ke kalimantan?
Wah jangan salah mbak, ketika saya berkunjung ke beberapa kota di Kalimantan, semua orang Kalimantan itu tidak tertarik untuk mencari kerja di P.Jawa. Mereka hidup lebih baik di sana. Suku dayak pun bekerja sebagai tenaga guru, sementara yang lainnya berdagang dan bekerja di perusahaan tambang batubara.
Sejak otonomi daerah, Kalimantan ini merupakan propinsi yang sehat. Sekolah dasar di sana gratis dan ada fasilitas air minum gratis. Orang manula digaji. Jalan antar propinsi bagus. Berbeda dengan yang kita lihat di P.Jawa
Hijrah ke Bandung?? Wahahahaha.. lebih parah!! Bandung saat ini udah sakit! Punya obesesi pengen kayak Jakarta. Setelah punya jalan layang, sekarang sok-sok-an bikin apartemen dan mal. Terus isunya pengen punya busway. Ini bener-bener sakit. Pemkot-nya sakit.. warganya asik-asik aja
ReplyDeletemotulz, rasa-nya sih sepaham cuman ada sedikit yang perlu diinformasikan begitu aja. kayaknya mungkin bahasa saya kurang jelas artinya mana ada yang mau bekerja dikalimantan adalah kalimantan disebelah sebelah dalam hutan.
ReplyDeleteNah masalahnya di kalimantan siapa bilang mereka tidak tertarik kerja di pulau jawa mungkin kalo pegawai negeri yang anda bicarakan itu benar karena fasilitas untuk pegawai negeri di sana sangat fantastis...
kalo anda hanya seorang buruh pabrik atau buruh yang jika dijawa bisa dapat uang lebih taruhan deh pasti pindah ke jawa. orang rata-rata tukang bakso aja kalo udah kaya pada pulang kejawa, terus kalimantan-nya sebelah mana tulz, kalo masih dikalimantan timur di dekat kabupaten mah okeh tapi kalo di kutai timur atau di kubar bisa anda anda bayangkan kalo mau ke sekolah mesti naik perahu... dengan harapan bisa jadi lebih baik ketika dewasa nanti.
yang kedua anda bilang otonomi menjadikan propinsi sehat? tidak juga jawabnya karena banyak raja-raja kecil yang jadi lintah bagi rakyatnya lihat aja pembangunan seperti apa???
hematnya tulz, bagi saya sih sebenarnya indonesia itu kaya banget cuman kalo habit manusia yang hanya jadi opportunist atau tidak mau kerja keras dan serakah so....harus bagaimana
ah...ironis emang.. sayang banget..kekayaan alam yang melimpah jadi terasa sia2 karena oknum2 yang gak bertanggung jawab.. kapan pemerintah mau bener2 mulai peduli? mereka mestinya bisa kasih teladan yang baik buat rakyatnya.. ini akhirnya jadi sperti lingkaran setan yang gak pernah berkesudahan..
ReplyDeleteKenapa saya bilang gak mau ke Jawa.. karena lebih mudah mereka kerja di perbatasan Malaysia, lebih dekat dan gaji lebih baik. Coba perhatikan aja.. ada berapa banyak sih pekerja kelas rendahan yang datang dari kalimantan?
ReplyDeleteKota yang saya datangi : Balikpapan, Banjarmasin, Samarinda, Kutai (Tenggarong). Mungkin saya salah.. tapi sejauh yang saya tahu begitu lah kira2 :)
Makasih mbak infonya
cape.... Taun '98 turun ke jalan, mahasiswa jungkir balik nurunin orde baru, demo tiap hari, demi apa? demi reformasi biar kehidupan lebih baik. Biar orang-orang pemerintahan sekarang bisa naik jabatan dan ngurusin kesejahteraan kita. Ternyata..?? malah makin nyengsaraain aja, dasar pengkhianat....
ReplyDelete
ReplyDeleteHANYA ADA SATU KATA , .... LAWAN !
-widji tukul-
hmmm waktu bj.habibie ekonomi membaik banget, tapi kenapa yah diturunin?
ReplyDeletetimor timur? pan mau dijual buat bayar hutang
sekitar Rp.150 trilliun/tahun nya bangsa kita ini harus bayar pinjaman.
ReplyDeletejadi kita ini seperti tinggal di kost-lost an mr.Landlord.
mau kaya gimana cara?
Pemkot Bandung nih lagi kaya raya
dan akan tetep hura2 khususnya di bola,
tapi jam 8 malam kota bandung mati euy.
yang biasa hidup 24 jam di jakarta berasa jetlack.
masa jam 9 malam udah pada molor,
sementara urang karek hayang ulin.
euweuh nu bisa di ajak ulin peuting aing mah.
eta hungkul tah, bandung nu kurang teh.
tapi urang di bandung baek-baek saja, tetep jagoan.
hahaha...
Bener juga...saya juga alumni Jerman mas, yang paling menyedihkan juga ketika diketahui bahwa hampir 70% dari tehnology obat-obatan di seluruh dunia didapat dari kekayaan laut kita. Bahkan obat kanker yang di temukan oleh USA juga dari hasil kekayaan laut Indonesia.... semoga para pemimpin bangsa ini sadar ya?... Amin3X
ReplyDeletewah gw suka banget tuh judulnya...hihihihi..paz banget deh...:D
ReplyDeletenah...ini dia ? protes lewat struktural kagak digubris, ngelawan pake anarki males berdarah-darah....gimana dongz ?!...ada ide untuk bikin suara tuntutan kita didengar, disimak dan dipenuhi ?!
ReplyDeletehihihi...ketipu keliru ya ? 'reformasi'-nya siy belum jalan kayanya, nar...makanya gini-gini aja....
ReplyDelete...malam diciptakan untuk tidur, siang kerja. :p
ReplyDelete
ReplyDeletelantaran orang bandung gak tahan ama macet dari pagi sampe sore. jadi jam 9 udah pada molor kacapean.
udah, balik jakarta lagi aja, rik !
1. Hidup Miskin di Negara Kaya
ReplyDelete=====
si pidi baoq pasti bilang , " untung saya kaya ".
Kritik yg menarik bung Motulz..dan anda benar dalam pengamatan anda betapa bobroknya bangsa ini.
ReplyDeletesaya sendiri tdk tahu bagaimana menjawab kompleksitas masalah bangsa kita.Tapi saya tdk mau bersikap pesimis menghadapi semua itu.
Saya tetap punya optimisme dan harapan yg lebih baik buat bangsa ini. KARNA SAYA MASIH MUDA. Jadi saya akan lakukan hal yg kecil di lingkungan kecil saya sendiri.Saya tdk muluk2x lagi bermimpi mengubah peta politik bangsa kita dng revolusi dan sejenisnya. Itu sudah saya lewati waktu demo 98 dulu.
Saya cuma tahu dan sadar sepenuh hati bahwa PESIMISME hanya cocok utk orang lansia yg sebentar lagi menghadap kubur..:)
peace,
Semoga semua yang ada disini TIDAK PESIMIS... mo yang tua.. mo yang muda
ReplyDeletebener bgt mas mot, apalagi habis baca artikel ttg Mbah Suko di Kompas kemarin.
ReplyDeleteMasa pemerintah menekan dia karena membudidayakan beras lokal? Untung beliau keukeuh, jadi masih ada sumber benih beras lokal. Dulu seenaknya aja maksa2 pake benih impor dan obat2an. (sekarang juga katanya Si Mbah).
swasembada beras my ass. bilang aja mau jualan.
"realityshow di Indosiar jam 8 sampe tengah malem itu...
ReplyDeleteSemuanya isinya pembodohan... ga bermutu..."
setuju banget nih....gw sampe males datang kerumah sobat gw gara-gara keluarganya doyan nonton yang beginian....
ya..tuhan kembalikanlah orang2 ini ke jalan yang benar
wah, bahasan tentang perang hawa nafsu dan hati nurani ya,... memang selalu mengusik kita yg ingin nyaman di negeri ini. aplikasi nya, kita musti gimana ya? ada 1 kesempatan diantara berbagai kesempatan yg tertutup dan susah, yaitu : konsep Bandung Kota Kreatif.
ReplyDeletesepertinya lokal saja ,tapi apabila sistem kota kreatif ini bisa dilaksanakan baik di kota ini, akan jadi merambat ke kota lainnya.
ditunggu sumbangan pikirannya di
http://groups.yahoo.com/group/bandungkreatif/
supaya bandung bisa jadi kota kreasi 24 jam (supaya kang thoriq aya nu maturan ulin... hehehe)
ok, tetap optimis!!!
Mari kita bertindak, jangan pesimis melihat kebelakang!!!
thanks.
=roche/int'85=
SETUJU!! :) wah cocok pisan.. Bandung sebagai kota kreatif. Kumaha pemkot na? ikut mendukung? Gak usah ikut2an Jakarta deh kitu :D yg ada malah berantakan tuh :P
ReplyDeletejujur aja, ... bikin bdg jadi kota kreatif,gampang bgt malah skarang udah kreatif, tapi bikin yg kreatif2 itu terlindungi, nyaman dan merata ternikmati kesejahteraan,... sangat susah, makanya ini ada peluang org2 kreatif bersuara,... salurin ke aku, nanti aku yg masukin ke konsep bandung kota kreatif ke pihak Bapeda kota bdg. kalo scara formal masih 'tutup mata itu pemda',... yu ah turun ke jalan!!! hehehe,... (kang thoriq pasti smanget ...) kalem lah, ada si kang hayam,kuncen SR ,....hahaha.
ReplyDeletewalah masa mo kreatif aja musti turun ke jalan :D ntar sangkain mo rusuh
ReplyDeleteeit,... anak SR anak kreatif turun ke jalan akan beda donk dgn yg laen,.... malah bikin senyum bikin seneng masyarakat bandung,... caina herang, laukna beunang,... gituh katanya rojerrrr
ReplyDeletesae sae :D
ReplyDeletediantos di yahoo group; http://groups.yahoo.com/group/bandungkreatif/
ReplyDeletemasih sepi neh