Tuesday, June 3, 2008

Menjual Mimpi di Negeri Omong Kosong

Hidup Layak dan Normal

Sejak sering di rumah (kost), saya jadi sering menonton TV. Dari pagi hingga malam dan pagi lagi. Dari channel luar negeri, lokal, dan berbayar. Dari milis satu ke milis lain, dari kompas.com hingga detik.com. Semua bercerita tentang sebuah negeri yang sama bernama Indonesia. Sebuah negeri yang "katanya" sejahtera, merdeka, dan kaya-raya. Tapi penuh dengan derita, sengsara, nestapa, hingga pertikaian yang menyeramkan.

Setiap hari (setiap hari!) di hampir semua pemberitaan isinya cuma kekerasaan, pembantaian, kerusuhan, dan segala macam krisis yang siap menerkam kita semua di mana saja bahkan saat kita sedang tidur. Media pemberitaan berlomba-lomba menyapaikan berita yang paling menyeramkan pembaca atau pemirsanya. Makin tragis.. makin merasa laku dan rating tinggi. Makin berdarah-darah, makin punya tempat di hati pemirsanya.

Bagaimana dengan pemerintah dalam mengendalikan ini? Rasanya tidak mampu. Pemerintah masih asik berhitung dan berhitung akan dompetnya, pendapatan pajaknya, tagihan hutangnya, dan menerka-nerka siapa saja pejabatnya yang melarikan uangnya. Sementara itu makin masyarakat terus bertikai, masyarakat menengah ke bawah. Masyarakat atas.. tetap menjalankan hidup dengan normal-normal saja, belanja, beli bensin, shopping, jalan-jalan keluar negeri dst.

Rasanya wajar jika masyarakat level atas itu hidup dengan normal mengingat pendapatan yang mereka punya itu jauh dari kebutuhan kesehariannya. Namun menjadi tidak wajar jika kondisi tersebut menjadi keseharian para wakil-wakil rakyat. Ironis jika sebagai wakil rakyat tidak menunjukkan sikap prihatin dari kehidupan yang prihatin ini.

Menjual Harapan, Mimpi, dan Drama

Mayoritas masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan ini ternyata menjadi inspirasi bagi beberapa pihak untuk meraup keuntungan. Secara konsep marketing sikap ini adalah sikap jeli melihat peluang pasar, ya.. pasar yang sedang menderita dan siap mati lemas. Tapi, bisnis tidak memandang itu rupanya. Setiap hari kita sering sekali melihat IKLAN SMS untuk REG < spasi > dan seterusnya dari mulai sms kencan, sms cinta, sms perbaiki nasib, sms membaca tanggal lahir dst dst.

Dalam kasus ini, kita bisa melihat ada dua hal penting yang krusial, yaitu masalah ekonomi dan pendidikan. Agak sulit untuk bisa diterima dengan akal sehat jika perbaikan nasib kita itu bisa berubah hanya lewat SMS. Tapi ini menjelaskan bagaimana bangsa kita itu memang rendah tingkat pendidikannya. Hidup sulit dan mencekik ternyata menjadi mimpi buruk semua orang, dengan berharap mukjizat ya mereka iseng-iseng kirim SMS perbaikan nasib tersebut. Sayangnya mereka lupa kalau pulsa mereka itu dibeli dengan uangnya yang pas-pas-an.

Selain SMS, ada pula program TV yang jelas-jelas menjual mimpi. Mimpi menjadi artis, mimpi menjadi orang terkenal, menjadi anak teridola, anak terpandai berdakwah, dan seterusnya. Mereka tidak sadar kalau mereka-mereka itu hanya dijadikan OBYEK para station untuk meraup uang sposor dan komisi SMS. Fenomena menggunakan orang biasa sebagai talent di TV jelas mengurangi budget produksi. Jika dulu musti memakai talent fee, sekarang malah talent bonus jadi menggunakan talent-nya gratis tapi malah dapat uang.

TV cukup membuat program yang menyentuh, yup! menyentuh ibu-ibu rumah tangga dan pembantu.. karena mereka adalah pemirsa mayoritas secara jumlah penonton dan jumlah jam nonton yang dihabiskan. Dengan musik mendayu-dayu, dengan menampilkan adegan-adegan haru, dengan memunculkan anak atau orang tua yang miris, menampilkan orang cacat dst. Hanya demi jualan.. jualan TV terhadap sponsor.

Belum lagi sinetron, sudah banyak yang mengulas masalah ini tapi apa daya.. market demand lebih menjadi kendali bagi TV station untuk menjaga keberadaan sinetron di channel mereka. Kehidupan sinetron hanya kehidupan MIMPI, kehidupan andai-andai, dengan kata lain kehidupan DRAMA. Setiap kali kita menyaksikan sinetron, semua menampilkan sebuah konflik yang overated, berlebihan, dan terlalu dibesar-besarkan. Bagaimana seorang anak harus menghardik ibunya, bagaimana ayah membanting dan menampar anaknya, bagaimana kakak menyiksa adiknya, dst. Yang semua itu sudah menjadi rumus rating. Coba saja ajukan cerita sinetron yang baik-baik dan normatif.

Masyarakat kita sudah menjadi masyarakat drama, masyarakat yang kesehariannya sudah akrab dengan dunia drama di televisi. Kamera TV belakangan sudah akrab dengan keseharian masyarakat. Mereka sudah tidak lagi (berlebihan) jika di shoot oleh kamera, bahkan mereka sudah terbiasa untuk pura-pura acting! Ya.. ini lah drama!. Masyarakat nampaknya mulai menikmati bagaimana rasanya exist dan menjadi perhatian banyak orang. Selain meningkatkan adrenalin juga melatih rasa percaya diri mereka, sayangnya ini bukan menjurus ke hal produktif tapi malah kontra-produktif.

Di beberapa tayangan berita, kita sering melihat bagaimana masyarakat jika tahu sedang di shoot kamera maka mereka akan bertindak over-acting. Polisi saat menangkap sang tersangka pun terlihat jadi lebih gagah. Masyarakat saat membakar sebuah mesjid achmadiyah terlihat nampak lebih heroik. Bagaimana saat maling ditangkap semua orang di dalam kamera ingin terlihat pemberani. Celakanya, ini pun terjadi di para pejabat, ketika tahu media meliput kalau bisa mereka jualan pesona di sana.

Menuai Kebodohan dan Kemiskinan

Kita semua hidup di dalam keprihatinan, hidup krisis, dan keterbatasan. Ini punya dampak besar di kemudian hari. Kondisi yang ringkih ini nampaknya tidak terperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah sedang asik dan sibuk mempersiapkan cara-cara, strategi, dan trik-trik untuk menghadapi PEMILU 2009. Bagaimana cara memperdaya masyarakat dengan janji-janji dan gombal-gombal mautnya. Masyarakat miskin merupakan masyarakat yang mudah untuk di stir. Saat dia benci tinggal kasih duit mereka akan cinta. Ironis.. sikap seperti demikian seharusnya dihapuskan, kenyataanya malah hidup subur di negeri ini. Masyarakat nampaknya sedang dipupuk agar tetap menjadi bodoh dan tidak kritis, sementara mahasiswa justru digosok agar nampak kritis tapi diarahkan kepada cara-cara yang vandal dan destruktif. Cara ini cukup efisien untuk membelah kekuatan antara mahasiswa dengan masyarakat. Sementara masyarakat tetap hidup normal dalam kebodohannya. Bodoh merupakan kata yang kasar. Bodoh di sini merupakan sebuah kondisi terkurung dari pendidikan dan pembelajaran. Makanya di lagu "Hymne Wajib Belajar" terdapat kalimat : "berantas kebodohan, perangi kemiskinan.." Tapi itu cuma lagu jaman Soeharto. Sayang sekali tidak dilanjutkan..

Sebagai penutup, sudah saat nya kita bisa saling mengingatkan kepada orang-orang terdekat kita untuk tetap membuka pikiran lebih jernih. Bangsa ini sedang sakit tapi tidak mau nampak sakit. Tetap nekad pake jas plus dasi padahal muka dan bibirnya jelas nampak pucat, rambut rontok dan batuk-batuk. Pemerintah negara ini ingin tampil gagah di atas kaki yang lumpuh. Singkat kata, pemerintah nampaknya lebih nyaman menjaga penampilan dibanding memperbaiki penyakit dalam. Ayo! jangan mau dibuai dengan mimpi dan janji-janji gombal..!

52 comments:

  1. ga ada bedanya waktu krisis moneter tahun 1998..
    dulu marak banget Narkoba (sekarang sih masih) krn jadi satu2nya dagangan yang laris... dulu juga masyarakat terpesona sama yang namanya bisnis yang katanya bisa mengembalikan uang dengan bunga 20% per bulan...

    sama aja..
    hanya kemasannya aja beda
    katanya reformasi... ternyata cuma ganti orang aja...

    ReplyDelete
  2. sdikit tambahan Tulz.. "katanya bangsa yang berbudi pekerti luhur"
    menurut gw saking luhurnya itu jadi ga keliatan kali yaa.. hehehe

    ReplyDelete
  3. History repeat itself... :D bener banget

    ReplyDelete
  4. Pak Harto itu LEGEND!
    TOP dalam SEGALA HAL

    ReplyDelete
  5. Hahaha... bener Riq.. yang sejujurnya gua gak ngerti arti tagline itu sebenarnya,
    Berbudi pekerti luhur? apa coba? khekhekekhke...

    ReplyDelete
  6. ada lagi ahli motivasi yang tebar duit dari helikopter di serang, 100 juta disebar , elo miris ngga tuh ngelihat orang orang desa di serang itu berebutan duit yang disebar, kayak ikan ....
    anjing gue sampai netes air mata, sumpah.

    duit 100 juta itu, kenapa juga dipakai buat bikin sekolah sederhana di desa itu sambil bayar guru pengajarnya.

    anjing bener tuh !
    bayangin, orang orang berlarian, bersikutan, demi duit yang ditebar dari helikopter oleh orang yang mengaku ahli motivasi si ngasem kurang asem.

    anjing !

    ReplyDelete
  7. Tapi masalahnya TV harus cari uang buat operasional perusahaan, sementara penikmat TV kita kan paling banyak ibu-ibu dan pembantu. Ok begini, seperti TV tempat saya bekerja yg lebih fokus kepada segmen AB dan lifestyle, pada akhirnya kami kesulitan juga untuk mendapat keuntungan lebih karena penikmat TV tidak merata, mana doyan dikasih hiburan yang lebih mendidik, coba ibu2 pasti lebih pilih nonton sinetron prime time dibandingkan acara motivasi seperti mario teguh. Susah juga situasinya, kalau mau untung ya kita pasang aja sinetron, tapi yah itu dia ga mendidik. Jadi emang mental penontonnya yang harus dibenerin dulu. Baru program2 TV bisa lebih berkembang dan mendidik.

    ReplyDelete
  8. Nah itu.. memanfaatkan peluang bisnis yang jahat kan :D Gak ada tuh yang bertindak

    ReplyDelete
  9. eh, .. kalo dibalik, program program tivi dibuat untuk membenarkan mental penonton tivi, gak bisa jalan ya ?

    ReplyDelete
  10. Bener juga fi, aku jadi inget film kartun popeye, ceritanya begini..
    Popeye mau dagang koran di kota koboy,
    tapi kota itu ga bisa baca tulis,
    maka popeye bikin sekolah baca tulis dulu, guru nya olive.
    penghambatnya si brutus dgn mengerahkan preman2,
    hero nya tentu popeye...
    walhasil setelah kota itu pandai baca dan tulis, popeye bisa jualan koran.
    happy ending deh..
    ada makna yg bisa ditarik dlm crita ini sepertinya.

    ReplyDelete
  11. Bener Fi.. ini emang sulit. Tapi kalau gw liat MetroTV gw rasa bisa jadi contoh.. dia tetap bertahan di market audience khusus (AB), yang jelas sedikit sekali jumlahnya. Tapi biasanya market AB ini loyal. Makanya MetroTV masih bisa bertahan di antara TV baru yang mencoba meraup semua pasara penonton.

    Yang gue khawatirnya, konsep TV tempat kamu kerja bukan gak mungkin akan berubah konsep jualannya sejak dibeli group SCTV. Konsep jualan SCTV itu persis seperti yang kamu bilang barusan, menjual program yang udah pasti laku di masyarakat... ya udah.. sinetron lagi :D

    Oh iya Fi.. temen kamu ada yang baru bergabung di Sesame Street Indonesia lho :D

    ReplyDelete
  12. Well... yang ditulis Fifi bener, itu kondisi real. Tulisan gw sih bukan ingin mengkritisi sinetron koq, itu cuma contoh dan terlalu cetek kalo cuma sinetron yang disalahkan.. :)

    ReplyDelete
  13. Harusnya bisa banget tapi kemungkinan besar penontonnya sedikit dan yang beriklan sedikit, terus kita jadi buang buang duit, haha...

    Yah habis sekarang kan TV hidupnya dari iklan, nah kalau penonton kita lebih doyan acara drama kehidupan menjijikan itu, susah juga, padahal si program TV kita bisa aja mengangkat fakta2 menarik dibandingkan membuai mimpi, entah kenapa selalu ga berhasil.

    Ok paling gampang mungkin kita menampilkan fitur event atau kegiatan menarik di Jakarta, atau yang menampilkan profil kehidupan seseorang selama sehari supaya bisa memotivasi seseorang yang menontonnya. Tapi menurut penonton ga menariknya adalah ga ada sesuatu yang berlebihan atau sesuatu yang membuat mereka lebih berkhayal.

    Nah lo, bingung kan, abis gini deh orang kantoran yang lebih pinter kan jarang nonton TV, mereka banyak menghabiskan waktunya di kantor, nah dr 8-5 itu yang nonton pasti ibu-ibu dan pembantu donk. Mau ga mau yah program TV nya dibuat untuk segmen mereka.

    ReplyDelete
  14. ada golfchannel , edan tuh isinya golf melulu ... tapi bisa bertahan dan terus digemari.

    trus ada cnbc, gak ngerti deh mereka ngomongin apa sih sebetulnya, minyak terus akhir2 ini yang mereka omongin.

    trus ada yang lain lain.

    kan aku sih sebagai penonton aja, yang aku harapkan adalah , ada alternatif tontonan lain gitu loh, jangan pindah ke a, sama pindah ke b, sama, pindah ke c, eh isinya sama juga.

    tayangan yang gak mendidik ya juga gak papa lah, yang penting ada alternatif lain gitu [dan ada mutunya lah].

    supaya gue bisa nonton tivi dan ngga kayak kang motulz yang kalo lagi nganggur malah selancaran di internet bae !

    ReplyDelete
  15. kalau gitu, gimana kalau acara jam 8 ke atas, dibuat utk segmen ini, segmen yang kritis. yang pengen nonton tipi.
    kan skg, ampir selama 24 jam, acara tontonan tipi itu ya sama aja semuanya.
    hehehe...
    jadi aja gue di internet melulu deh ....

    ReplyDelete
  16. Hihi iya, tapi ga tahan juga liat reality show jadi artis secepet kilat gitu, hmm coba bisa mecontoh discovery travel and living, atau national geographic, isinya pengetahuan berguna semua tapi menarik bgt, mungkin dari kemasan mereka juga berani mahal produksinya. Ah harusnya TV bisa mendidik orang Indonesia tapi kenapaaa susah yah, balik lagi ke EP nya juga nih gue rasa, mereka juga pasti mikirin urusan sama si Boss dulu baru deh mikirin efeknya buat negara.

    Owhh jd ibu penyiar itu yah yang mau pindah, hihi...

    Pada intinya, sejahterakan dulu kehidupan di dalam perusahaan TV nya, lho eh, haha baru deh semangat nanti para tim produksi untuk lebih kreatif. Saya sering sekali mendengar keluhan para tim produksi, waduh kalau mau memenuhi biaya hidup aja susah bg mereka apalagi mesti mikirin buat kebaikan negara.

    ReplyDelete
  17. sumuhun.
    punten ..
    tepatnya, lebih tepatnya, kang motulz.
    yang sering chatting jam 3 pagi.

    ReplyDelete
  18. Heh? bukan penyiar koq :D

    Perihal mensejahterakan station TV, gw rasa gak akan ngaruh ke crew-nya juga koq. SCTV itu kurang sejahtera gimana sebagai station.. crew-nya juga sejahtera.. tapi acaranya ya gitu2 aja :D

    ReplyDelete
  19. jujur sih, gue dah fed up sama tayangan2 TV yang (makin) ga jelas itu.. yang cuma menjual air mata dan menguras emosi, tapi miskin makna dan nilai yang bisa membawa dampak positif buat pemirsanya. herannya, masih terus aja kita dijejalin tayangan2 seragam..apa ini berarti 'demand' nya masih tinggi yah? *sigh*

    bermimpi itu baik.. bahkan Eleanor Roosevelt pun pernah berkata bahwa "The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams.." . Ada benarnya memang.. tapi kalo hanya terbuai mimpi dan janji2 gombal tanpa melakukan sesuatu yang benar2 berarti, yah kapan bangsa ini bisa bangkit...

    gue suka banget dan setuju 100% dengan puisi yang dibacakan oleh bang Deddy Mizwar di iklan layanan masyarakat memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional. Semestinya semangat kebangkitan nasional yang seperti inilah yang patut dimiliki oleh setiap individu bangsa ini.


    Bangkit itu SUSAH, susah melihat orang lain susah, senang melihat orang lain senang
    Bangkit itu TAKUT, takut korupsi,takut makan yang bukan haknya
    Bangkit itu MENCURI, mencuri perhatian dunia dengan prestasi
    Bangkit itu MARAH! marah! bila martabat bangsa dilecehkan
    Bangkit itu MALU, malu jadi malu, malu karena minta melulu
    Bangkit itu TIDAK ADA, tidak ada kata menyerah, tidak ada kata putus asa
    Bangkit itu AKU, untuk Indonesiaku

    ReplyDelete
  20. Loh kemaren dia yg bilang udah di sesame inisialnya W kah?

    SCTV sejahtera sekali, tapi coba tanyakan tim produksi TV gue, boro2 sejahtera, malahan AE nya yang banyak duit. Alhamdulillah gue designer, jd tim yang ga berpihak kemana2 kalau urusan persamaan hak di kantor x)

    ReplyDelete
  21. BANGKIT itu beranjak... beranjak untuk bergerak.. bergerak untuk perubahan

    ReplyDelete
  22. Eh iya deng hehehehe... oh dia penyiar toh? :P maap..
    Ayo Fi.. bergabung di program pendidikan anak-anak aja.. (jadi setan :P )

    ReplyDelete
  23. hehehhee.. yah.. bener..
    sudahkah kau beranjak dari tempat tidurmu siang ini, sdr. Motul? ;))

    ReplyDelete
  24. Whahahahahahahahahahahahaha.... kena banget nih!!! :)) dodoool

    ReplyDelete
  25. hehehe.. bukan Cenayang, Riq.. tapi sotoy aja :p
    Apa kabar? :))

    ReplyDelete
  26. Masih euy :D abis gimana dong.. dvd player gw rusak euy

    ReplyDelete
  27. dipidi pleier pan murah.. art director kayak om motulz mosok gak kebeli ...wekkeekek...*kabur*

    ReplyDelete
  28. sori agak melenceng.
    gue pernah ngobrol sama temen gue yang di singapur dan malaysia. dan
    ternyata di sana banyak banget yang seneng sama sinetron kita dan menjadi penonton setia..! :O
    kok bisa ya... hehehe

    yah, intinya bukan sinetronnya (biarpun gue pengen sinetron dan iklan sms kuis bodoh/dukun dihapuskan) tapi emang masyarakat kita (semua lapisan) tingkat keserakahannya gila2an..

    liat aja kalo di kawinan, atau apapun yang gratisan, pasti ambilnya sebanyak2nya/minta lebih dari satu.

    ReplyDelete
  29. ya udah gausah nongkrongin sinetron ma berita Mot, nonton jalan sesama ajah.. damai dan mendidik.. :D

    ReplyDelete
  30. Negara kita mundur, sehingga dunia entertainment pun arahnya mundur kearah akar film Bollywood: penjual mimpi kepada rakyat yang lapar :-(

    Tukang cuci di rumah ibu bersedih, karena pak RT tempat tinggalnya tidak memasukkan namanya ke daftar penerima subsidi. Eks pramuwisma kami yang lain, yang menikah dengan penduduk setempat, yang hidupnya lebih sejahterak karena memiliki warung sembako, menerima subsidi, karena suaminya masih keponakan pak RT. Tukang cuci kami, single mother beranak 4, protes ke sana ke mari, hingga pak Lurah, yang akhirnya mengirimnya kembali ke pak RT, karena katanya itu tugas RT. Dengan amanat lurah ia kembali protes ke RT, jawaban pak RT adalah: "Orang-orang pada kagak ribut, kenapa elu ribut sih?!"

    Itu kenyataan negara kita. Sudah makin miskin, bantuan pun tidak diterima kepada rakyat yang berhak...Thanks to corruption & nepotism, even in a smallest part of the country!

    ReplyDelete
  31. hohoho motulz,,, dpt pencerahan? aufklarung!!

    ReplyDelete
  32. yah...mau gimana lagi tul?
    rakyatnya juga bodoh.
    ini sama aja kayak ngeliat cara supir angkot yang nyetir dan berhenti seenaknya. dikala orang2 mengumpat supirnya, gue sih lebih nyalahin penumpangnya yang nyetop dan mita turun seenaknya.
    pernah berpikir juga ga sih kalo sebenarnya banyak orang indonesia emang dasarnya ga mau maju? males untuk berubah? terlalu santai? terlalu nrimo? kurang kritis?

    ReplyDelete
  33. setuju mas..
    budi luhur jaman sekarang cuman jadi hiasan pendidikan saja..

    ReplyDelete
  34. setuju...
    korupsi jaman dulu gak separah sekarang, biar korupsi masih ada pembangunan dan juga anak-anak desa masih mampu sekolah...
    abak tukang becakpun masih bisa menikmati bangku sekolah..jaman sekarang yang susah makin susaahhh...

    ReplyDelete
  35. hi..hi..hi.. gak nyadar kalo situ sendiri juga masih orang Indonesia...

    justru sekarang tuh orang Indonesia makin pinter..pinter ngakalin maksudnya, yang udah enak gak mau lagi susah...yang susah pengen enak malah ngakalin...
    justru yang bijaksana dan jujur makin miskin karena idealismenya....

    yang jadi penghambat pembangunan juga orang-orang yang pinter tadi...pinter dalam tanda kutip...

    karena kalo emang bisa dibangun dianya kan gak laku lagi..

    ReplyDelete
  36. manusia biar gimanapun emang binatang, sama aja kyk yg lain. kuat atau mati huhu

    ReplyDelete
  37. loh memang.
    makanya gue males untuk mikirin atau keluar dari masalah ini.
    gue juga udah terima kalo negara ini ancur.
    kurang indonesia apa gue? hehehe

    ReplyDelete
  38. Mungki Pak Harto cerdas.. dia tau kalo rakyat Indonesia memang harus dipimpin dengan caranya...mungkin..

    ReplyDelete
  39. ini efek dijajah belanda berabad-abad bukan ya pey?

    ReplyDelete
  40. iya. nah kalo megawati.. nah itu.. ehm.

    ReplyDelete
  41. pak Hartonya cerdas..sayangnya anaknya enggak...
    Pak Harto tuh udah memprediksi kalo BBM bakalan naik, sehingga dia udah planing bikin refinary, sayangnya dah keburu di gulingkan....
    sekarang kita kesusahan karena minyak ada tapi rafinarynya masih harus di eksport ke luar..jadinya kalo balik Indo lagi minyak jadi mahal..itu masalahnya...

    ReplyDelete
  42. wah mbak..kabar terakhir di warta singapore dikatakan bahwa sinetron kita gak mendidik...tapi anehnya mereka kok pada suka nonton ya..?

    ReplyDelete
  43. gua pernah baca artikel, para mantan finalis KDI yang berhasil ditemukan beberapa orang, ternyata mereka malah terjerat hutang. Hasil manggung gak ada, tapi dulunya keluarganya habis buat kirim SMS sampai puluhan juta.

    ReplyDelete
  44. A road to hell is paved with good intentions.

    Politics suck!

    ReplyDelete
  45. I think...Bangsa kita tidak terbiasa mencari solusi yang cerdas dan baik. Semuanya ingin didapat dg cara instant dan mudah..
    Sebaiknya dari sekarang mulailah dibiasakan utk membuka dialog, diskusi utk mencari solusi cerdas. Demi kemajuan bersama bukan utk individu.

    ReplyDelete
  46. walh, politik dan kondisi negara kita ya yang dibahas....?
    bola kusut dan hutan belantara,.... kebayang tuh ribetnya,....
    memperbanyak komunitas yang berlandaskan hati nurani, ... itu kayaknya yg bisa bikin evolusi negara kita menuju ke arah perbaikan,....
    kalo pengen cepet? ya revolusi,... tapi itu pasti banyak darah yg tumpah.

    keberanian diantara kita diharapkan bisa membuat 'link' antar generasi muda, bisa via internet atau media massa. sewaktu2 tentunya harus ada pertemuan.

    rumpun2 generasi muda itu bisa berdasar profesi, usaha atau hobby.
    kenapa harus begitu? karena partai2 di kita bobrok semua,....
    tapi kalau golongan kita,... sebagian besar punya nurani dan punya kekuatan khas masing2,...

    mau mulai melangkah??? tidak hanya jalan ditempat???
    sokatuh, kang motulz yang memulai,... ok?
    hehehe ... tantangan berat? nggak juga,... kan ada kita2 yg support!
    =roche-interior'85=

    ReplyDelete
  47. Waktu itu bos gue pernah cerita, dia abis market visit ke rumah konsumen (brand yg lagi kita pegang: susu). Konsumennya Ibu2 menengah ke bawah, yang bisa dgn fasih ngejelasin kenapa susu itu perlu (krn AHA, DHA, etc etc), jadi dia selalu menyisihkan uangnya buat beli susu walau pendapatannya pas-pasan.
    Trus bos gue bilang, "Tiap award show, lokal maupun international, juri selalu membenci scam ad (kalo ketauan itu scam), kesannya dosa pisan ngirim scam ad ke award show. Sekarang bandingin, dosa mana sama kerjaan kita yg sehari2 ngeracunin konsumen buat beli susu dgn jualan AHA, DHA, etc tersebut..."
    Sampe sekarang gue masih kepikiran sama kata2 bos gue itu. Tapi gue gak pernah punya keberanian buat ngejawabnya. Apalagi kalo nonton berita di tv ttg banyaknya anak di daerah kekurangan gizi.
    *sigh*

    ReplyDelete